BUM Desa Jalan Baru Kebangkitan Ekonomi Desa (Webinar)

Webinar Kedua Prodi Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) STPMD “APMD” dilaksanakan pada Hari Rabu, 2 September 2020, pukul 10.00 – 12.00 WIB dengan mengambil tema BUM Desa Jalan Baru Kebangkitan ekonomi Desa. Dalam webinar ini menghadirkan dua narasumber yang sangat berkompeten dalam BUM Desa. Ada Drs. Suharyanto, M.M beliau adalah bidan BUM Desa dan pakar dalam mengembangkan BUM Desa. Sedang Anom Surya Putra, SH adalah praktisi BUM Desa yang sudah melalang buana dengan berbagai aktifitass terkait BUM Desa, termasuk juga mengampu youtube dengan Desatubernya. Kedua narasumber ini akan berbagi informasi dan pengalaman tentang BUM Desa.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa BUM Desa atau Badan Usaha Milik Desa menurut Peraturan Pemerintah No 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembaruan. Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk kesejahteraan masyarakat desa. Sebenarnya bentuk kelembagaan ini telah diamanatkan di dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2005 tentang Desa.

Terdapat empat tujuan utama pendirian BUM Desa, yaitu meningkatkan perekonomian desa, meningkatkan pendapatan asli desa, meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerantaan ekonomi pedesan. Pendirian dan pengelolaan BUM Desa adalah perwujudan dari pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable. Oleh karena itu diperlukan upaya yang cukup serius agar dapat BUM Desa dapat berjalan secara efektif, efesien, professional dan mandiri. Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipeDesan, BUM Desa harus memiliki perbedaaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal ini agar keberadaaan dan kinerja BUM Desa Mampu Memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa.

Menurut data Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) menanjak tajam dari 1.022 unit pada Tahun 2014 lalu menjadi 50.199 unit pada 2019. Jumlah BUM Desa terus meningkat setiap tahunnya. Dari data ini menunjukkan lebih dari 60% jumlah seluruh desa di Indonesia. Dari sekian banyak BUM Desa yang ada di desa tentu juga terdampak akibat COVID-19. Bahkan beberapa diantaranya dapat dikatakan sedang sekarat, dari pendapatan yang surplus menjadi minus.

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar menyatakan selama pandemi Covid-19 jumlah BUM Desa di Indonesia turun signifikan dan hanya tersisa 10.026 BUM Desa yang masih bertahan. Masih menurut Mendes, BUM Desa yang bertahan adalah BUM Desa yang berdiri atas prakarsa warga masyarakat yang telah melalui telaah ekonomi dan bisnis. Dan BUM Desa yang tidak bertahan adalah BUM Desa yang berdiri atas inisatif pemerintah. Ini menjadi catatan menarik dan sangat signifikan dari proses pendirian BUM Desa. BUM Desa sebagai sarana pengembangan ekonomi berbasis desa masih belum cukup kokoh untuk menjadi tonggak ekonomi desa. Secara institusi banyak BUM Desa yang rapuh. Pendirian BUM Desa tidak didasarkan pada kebutuhan dan potensi yang dimiliki desa akan tetapi lebih karena latah, “ben koyo kancane”.

Kondisi saat ini menjadi lebih luar biasa dimana seluruh aktifitas ekonomi terdampak oleh COVID-19 ini termasuk BUM Desa ini. Akan tetapi kondisi ini diharapkan menjadi titik balik BUM Desa untuk lebih bermanfaat bagi masyarakat. BUM Desa dapat menjadi corong ekonomi bagi kebangkitan aktifitas ekonomi di masa pandemi. Tentu saja dibutuhkan siasat baru untuk keluar dari masa sulit ini, bukan malah berdiam diri dan mati. Geliat ekonomi di desa sudah semakin terasa di masa pandemi dengan banyak penyesuaian di sana sini. Upaya dari masyarakat juga pemerintah dalam merevitalisasi dan menemukan sumber energi baru untuk bangkit berdiri dan berlari bagi BUM Desa saat ini. Harapan besar ditumpukan pada BUM Desa yang masih seumur jagung ini. Maka dari itu diperlukan banyak siasat, strategi, ide segar dan inovasi dalam membangkitkan BUM Desa ini. Dengan ini Prodi Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) STPMD “APMD” Yogyakarta akan mengadakan webinar dengan tema : “BUM Desa : Jalan Baru Kebangkitan Ekonomi Desa.

Webinar tentang BUM Desa ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan baik dari pengurus BUM Desa, akademisi, mahasiswa serta para penggiat desa dari berbagai penjuru Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pendaftar sebelum diskusi dan peserta terpenuhi hingga 100 peserta zoom, dengan beberapa peserta mengikuti via facebook, karena acara ini ditayangkan langsung live facebook untuk mengantisipasi peserta yang tidak dapat masuk melalui zoom. Banyaknya persoalan di BUM Desa menjadi sangat menarik untuk di diskusikan berikut juga solusi-solusi yang berupa siasat maupun transformasi sebagai jalan baru kebangkitan ekonomi desa.

Anom Surya Putra, Ketua Umum Perkumpulan Jarkom Desa, banyak berbincang tentang 3 hal, yaitu Persoalan Krusial BUM Desa dan Kelangsungannya, menemukan inovasi, strategi dan siasat baru, keluar dari “lingkaran setan pandemi” dan jalan baru ekonomi Desa berbasis potensi dan inisiasi warga Desa. Menurut Anom, pada dasarnya BUM Desa ini dilahirkan karena krisis, dari masa colonial dengan Badan Hukum Pribumi, kemudian di masa orde lama dan orde baru dengan koperasi dan Koperasi Unit Desa atau yang lebih dikenal dengan KUD. Sementara pada masa reformasi mulai muncul isu BUM Desa, Badan Hukum Lembaga Bisnis, Lembaga keuangan mikro.

BUM Desa secara normatif kali pertama dirumuskan dalam situasi Krisis dan Reformasi 1998, melalui kaidah hukum Pasal 107 ayat (1) UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta penjelasannya: “institusi pemberdayaan potensi Desa untuk meningkatkan pendapatan Desa”. Sementara krisis yang melanda desa saat ini, dengan COVID-19 yang menimpa hamper seluruh elemen baik di desa maupun di Kota. Berdasarkan kondisi ini Anom memetakan desa menggunakan kriteria :

  1. Desa biru, dengan kriteria tidak terpapar & tidak terdampak, BUM Desa di desa pedalaman/terisolasi, kondisi subsisten, stagnan, bersawah, berhutan, berkebun dll
  2. Desa Kuning, terpapar tapi tidak terdampak, BUM Desa di desa transisi (tidak mengkota, tidak pedalaman), Efek transmisi orang bepergian, bersawah, berkebun, berladang, berternak, produktivitas lain
  3. Desa hijau, tidak terpapar dan tidak terdampak, desa urban, efek PHK di kota dan ketahanan pangan.
  4. Desa merah, terpapar dan terdampak, desa dekat perkotaan yang terdampak Covid-19, Aktivitas ekonomi terhenti

Anom menyimpulkan BUMDesa yang masih bisa bergerak adalah desa kuning dan biru, kalau mengelola common pool resources. Khusus desa hijau ketahanan pangan organic. selain itu penulis buku “Ponggok Inspirasi Kemandirian Desa: Badan Hukum BUM Desa” terbitan LKiS Yogyakarta, 2020 ini menawarkan jalan baru BUM Desa bergerak ke arah perdagangan untuk bisa sustain dalam menghadapi krisi kali ini. Jenis usaha ini menjadi unit usaha baru disamping juga usaha lama mengelola common pool resourcesnya. Tentu saja ini tidak bisa instan, harus melalui musyawarah BUM Desa bukan rapat membahas kondisi dan posisi BUM Desa saat ini. Dalam musyawarah ini membahas siasat dan transformasi BUM Desa dengan reposisi dan restrukturisasi kelembagaan BUM Desa. Dalam presentasinya Anom menutup dengan amanah UU Desa pasal 90 tentang kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk BUM desa, yaitu memberikan hibah dan/atau, akses permodalan yang sesuai model bisnis BUM desa, melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar, pendampingan jenis usaha BUM desa, akses e-commerce, marketplace, expo serta memprioritaskan BUM desa dalam pengelolaan SDA di desa, pemahaman aset bersama, tidak memburu pajak parkir, tiket, tapi kerjasama paket wisata, reforma agrarian.

Sementara itu Drs Suharyanto, M.M lebih menyorot persoalan bagaimana BUM Desa khususnya desa Wisata yang saat ini sudah mulai beroperasi tentu saja dengan standar operasional covid-19. Suharyanto banyak menyorot soal beberapa pengalaman BUM Desa seperti Desa Sambirejo, dengan BUM Desa Sambimulyo nya di tahun 2019 dengan 1Juta pengunjung, tiket masuk 5rb, setara 5M. 2019 Ponggok, omset 15,7 M, sangat spektakuler. 70% dari Wisata desa. Di Bleberan, dengan wisata desa gua Sri Gethuk, menyumbang sangat besar terkait dengan BUM Desa, omset di atas 1M semua. Pukulan besar sejak Maret 2020, selama pandemi tutup. Desa Ponggok tutup di 24 Maret 2020 sampai sekarang, dari ribuan pengunjung tiap haris tidak ada sama sekali. Desa Sabirejo dengan Tebing breksinya tutup mulai 16 Maret 2020. Tebing breksi sudah mulai buka 14 Juli 2020, mulai merintis kebali, mulai merintis kembali. Karena memang sudah terlanjur mengandalkan dari potensi Wisata. Dibalik tutupnya beberapa usaha BUM Desa ini terdapat banyak Kepala Keluarga yang bergantung dari usaha ini dengan berbagai usahanya, Jeep, kuliner, kaki lima baik yang terdampak langsung maupun tidak. Dapat dibayangkan di Desa Sambirejo, Tebing Breksi, melibatkan karyawan sekitar 130 KK, Ponggok 80 KK belum yang lainnya. Di Sri Gethuk sangat tiarap karena mengandalkan Wisata air yang kono sangat rawan penularan. Dari 1000 pengunjung per hari, 3000-4000 pengunjung di akhir minggu dan mencapai 10.000 pengunjung di akhir tahun menjadi nol, tidak ada pengunjung sama sekali.

Apa strategi selanjutnya?, sudah 5 bulan tutup sejak pandemi. Mereka punya potensi luar biasa, pantas untuk dijual dan menarik banyak minat wisatawan. Dan banyak KK yang bergantung hidup pada jenis usaha ini. Pertama, bagi BUM Desa dengan mengandalkan jenis usaha common pool resources, saatnya pembenahan, selama ini seperti Ponggok, Tebing Breksi, Sri Gethuk hampir tidak ada kesempatan untuk berbenah karena banyaknya pengunjung. Tentu saja dengan menyesuaikan protocol Kesehatan covid-19. Strategi ini dapat digunakan bagi BUM Desa yang mengandalkan factor eksternal, pengunjung, wisatawan. BUM Desa khususnya desa Wisata harus dapat menjamin pengunjung aman dan tidak khawatir saat berkunjung di obyek Wisata. Kedua, strategi yang harus diselenggarakan desa mendorong, menguatkan devisi usaha ekonomi produktif. Ekonomi produktif perlu dibangkitkan. Jadi ini yang banyak, saya sampaikan saja, di Pongok yang terpukul Wisata air, resto, penyewaan Gedung, homestay, sewa kios, ekonomi kreatif ini yang terpukul akibat covid. Ekonomi produktif ada toko desa, sewa kolam, budidaya air tawar, simpan pinjam, omset sampai 1M dan pengelolaan air bersih. Sama dengan Sambirejo, memang tiarap Wisata tebing breksi. Pengelolaan air dan simpan pinjam jalan. Sambirejo mulai melirik toko desa mulai menyiapkan sembako, untuk keperluan warga. Ini yang menarik. Kita berinovasi ke arah memenuhi kebutuhan warga. Suharyanto, Bidan BUM Desa ini juga mengingatkan tentang teori BUM Desa, bahwa pada dasarnya devisi usaha BUM Desa itu mempertemukan 2 hal penting, yaitu ada kebutuhan dan ada potensi. Inilah terbentuklah devisi usaha. Kalua ini betul dilakukan secara kelayakan studi diharapkan akan lebih abadi. Yang tergantung eksternal begitu terlanda probem kena dampaknya

E-Sertifikat dan Materi Narasumber dapat diunduh disini