Ditulis oleh: Ameylia Puspita Rosa Dyah Ayu Arintyas, S.Fil., M.Sc. (Dosen Prodi PMD)
Review Artikel: Reconceptualising the ‘policy mix’ for innovation karya Kieron Flanagan, Elvira Uyarra, Manuel Laranja (doi: 10.10106/j.respol.2011.02.005)
Perdebatan mengenai kebijakan inovasi terus berkembang. Awalnya konsepsi kebijakan hanya terbatas pada kebijakan ekonomi namun seiring berkembangnya waktu bergeser karena melihat adanya interaksi dan interdependensi antar yang terjadi pada kebijakan kebijakan yang ada. Adanya interaksi dan interdependensi ini membuat perkembangan studi kebijakan inovasi sampai dengan tahap studi “campuran kebijakan”. Moorlacchi dan Martin (2009) beranggapan bahwa saat ini kelompok studi kebijakan hanya bergerak di tataran instrumental dan kehilangan refleksi kritisnya, padahal dua hal tersebut sama sama penting agar kebijakan inovasi dapat jangka panjang.
Pada tahun 1980 istilah kebijakan masih terbatas pada kebijakan ekonomi, baru pada tahun 1990 pembahasan tidak hanya pada kebijakan ekonomi tapi meluas ke kebijakan publik untuk mengeksplorasi interaksi antar kebijakan atau instrumen yg berbeda untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu (Strolck and Jenson, 1999) tentang ‘bauran kebijakan terbaik untuk anak-anak muda Kanada. Dalam studi anak-anak muda Kanada ini diperoleh suatu Keputusan bagi pembuat kebijakan yang kemudian diterapkan dalam dekade-dekade setelahnya untuk menggabungkan antara instrumen dan aktor karena untuk menjembatani kebijakan ekonomi dan kebijakan lingkungan. Adanya perkembangan dalam studi kebijakan inovasi mencerminkan bahwa kesuksesan inovasi berbasis ekonomi tidak hanya bergantung pada sains teknologi melainkan perlu dikooptasi dengan regulasi, pajak, pendidikan dll; dan berkembangnya kebijakan inovasi ini dilihat dari adanya kerja-kerja kolektif bukan hanya top down tapi juga bottom up. Proses perumusan masalah kebijakan sama sulitnya dengan mengatasi masalah dalam kebijakan (Morlacchi dan Martin (2009) dalam Nelson (1997) “The Moon and The Ghetto”).
Kompkesitas kebijakan ini tidak ada teori yang menaunginya secara pasti tapi saat ini kebijakan inovasi dilakukan dengan dengan penetapan agenda, advokasi dan evolusi ide. Kebijakan diperoleh dari evolusi ide yang dimana ide-ide saling bersaing dalam lingkungan seleksi yang kompleks, lalu ide yang spesifik lah yang akan menonjol, tidak jarang ide yang menonjol ini masih berasal dari pemangku kepentingan yang erat kaitannya dengan kekuasaan. Dalam ide ada teori-teori yang dalam perumusan kebijakan di pakai untuk membenarkan ide perumusnya, melalui proses meta-rasional (yang mempengaruhi ide diambil) dan alasan-alasan disiplin kebijakan tertentu.
Dalam pembahasan mengenai kebijakan, aktor sering dimaknai dengan tunggal yakni pemerintah negara. Negara sendiri terdiri dari kompleksitas lembaga-lembaga yang ada. Ketika kebijakan tidak berhenti pada satu disiplin atau sudah berada pada campuran kebijakan tentu aktornya bukanlah aktor tunggal. Aktor-aktor ini dapat dikatakan sebagai subsistem kebijakan atau jaringan kebijakan untuk menggambarkan seperangkat aktor dan institusi negara dan non negara, nasional dan internasional dengan pembagian peran masing-masing. Dalam instrument yang digunakan, terapat variasi dalam indikatornya, tepat atau tidaknya berkaitan kepada siapa diaplikasikan, perantara apa yang diterapkan. Instrumen kebijakan fleksibel bergantung pada perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu, lingkungan kelembagaan, dan aktor.
Dalam studi kebijakan inovasi interaksi yang terjadi lebih fokus ke analisis kebijakan individu. Interaksi ini terjadi pada: ruang abstrak, spasi, geografis, dan waktu. Interaksi dalam kebijakan campuran dapat terjadi pada lintas ruang kebijakan, ruang pemerintahan, ruang geografis, ruang waktu. Kemungkinan terjadi interaksi adalah diantara instrumen yang berbeda menargetkan aktor yang sama , aktor yang beda namun proses yang sama, proses yang berbeda dalam sistem yang luas (dalam/ lintas dimensi), antara instrumen yang sama (dimensi berbeda).
Kemungkinan konflik interaksi dalam bauran kebijakan adalah pada alasan kebijakan, tujuan kebijakan, pendekatan implementasi. Meskipun upaya koordinasi analisis kebijakan individu sulit dilakukan namun penting dalam mencapai campuran kebijakan. Efek kebijakan publik dapat ditentukan dengan mengatur tujuan, alasan, dan pilihan implementasi. Inovasi terjadi dalam konteks campuran kebijakan dan kerangka kelembagaan yang sebelumnya sudah ada. Ada warisan kebijakan, kebijakan yang idenya menonjol akan diinstutisionalisasi. Dengan demikian rangkaian dalam proses “campuran kebijakan” akan lebih memudahkan untuk memberikan warisan kebijakan yang lebih dapat terprediksi untuk menghadapi probablitas yang ada dalam kehidupan kedepannya.
Campuran kebijakan memiliki hubungan kausalitas dengan public value management (PVM). Petama, dicetuskannya campuran karena adanya interaksi dan interdependensi antar kebijakan. Tentunya antar kebijakan mengharuskan adanya kerja kolektif dari aktor-aktor yang disebut subsistem kebijakan atau jaringan kebijakan, PVM memiliki relationship sebagai objek kuncinya. Kerja kolektif ini merupakan salahsatu bentuk relationship hal ini berarti campuran kebijakan mendorong munculnya PVM. Kedua, campuran kebijakan adalah bentuk refleksi kritis dari kebijakan bukan hanya kebijakan biasa yang sifatnya instrumental. Campuran kebijakan salahsatunya diperoleh melalui evolusi ide yang mana akan terjadi seleksi antar ide dan hanya ide spesifiklah yang akan menonjol. Meskipun erat kaitannya dengan relasi kuasa dalam ide tersebut namun terjadi pembedahan secara meta rasional dan alasan disiplin tertentu yang digunakan dalam seleksi idenya. Evolusi ide ini adalah proses reflektif dalam inovasi yang diharapkan agar mampu mengembangkan atau membangun nilai publik yang lebih baik.
Pendekatan refleksi dalam membangun nilai publik ini adalah salahsatu unsur PVM yakni dalam sistem pelayanannya. Dalam kaitannya dengan New Public Management (NPM), campuran kebijakan juga dimaksudkan untuk dapat mencapai good governance atau tata kelola yang baik. Dalam proses campuran kebijakan tidak terlepas dari partisipasi antar aktor antar disiplin ilmu sesuai dengan yang disyaratkan untuk mencapai good governance. Oleh karena itu perlu adanya partisipasi dalam campuran kebijakan yang tidak hanya bersifat top down namun juga bottom up. Selain itu dalam campuran kebijakan ada rules yang berasal dari kebijakan-kebijakan sebelumnya yang merupakan warisan bagi kebijakan selanjutnya, meskipun begitu disinilah campuran kebijakan harus bersifat responsif terhadap perubahan kondisi dunia saat ini atau menjawab kebutuhan dan tantangan dunia. NPM ini digunakan sebagai sebuah idealis untuk memberikan pelayanan yang maksimal dalam unsur yang telah disebutkan diatas yakni partisipasi, follow rules, dan responsif agar dapat mencapai good governance sesuai yang dicita-citakan oleh seluruh lembaga-lembaga dalam negara.