Adat Budaya dan Pernikahan di Desa Mamben Lauk Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

Suku sasak memiliki adat istiadat yang cukup unik. Pengaruh Bali dan Melayu sangat terasa dalam adat istiadat suku ini. Pengaruh Bali datang dari Kerajaan Karangasem yang pernah menguasai Pulau Lombok selama kurang lebih 2 abad, sedangkan pengaruh Melayu berasal dari pendakwah Islam di gumi sasak. Adat istiadat suku sasak juga dapat disaksikan pada saat saat acara pernikahan mulai dari melakiran gadis sampai nyongkolan. Yang Unik dalam tradisi perkawinan adat suku Sasak adalah apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki/ terune maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki yang dikenal dengan sebutan merariq atau pelarian. Biasanya kawin lari di lakukan pada malam hari antara waktu magrib dan isya, dimana si gadis dijemput pada tempat yang telah disepakati kedua calon pengantin. Dan selanjutnya dalam rombongan penjemput, ketentuan adat mengharuskan keikutsertaan seorang wanita “suci” dalam arti telah memasuki masa menopause. Ini bertujuan, agar ada yang menemani si gadis dalam proses perjalanan “kawin lari”, sehingga tidak terjadi sesuatu di luar norma susila dan demi menghindari kecurigaan masyarakat.

Caranya cukup sederhana, gadis/dedare pujaan tidak memberitahukan kepada kedua orangtuanya jika ingin menikah. Gadis/dedare tersebut itu harus dibawa oleh pihak laki-laki untuk disembunyikan sementara waktu di rumah pihak keluarga dari laki-laki/terune’. Namun jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya (mencuri dalam artian si gadis sudah siap menikah dengan sipencuri) biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman dari pihak keluarga laki-laki. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Tentu menikahi gadis dengan meminta izin kepada orang tuanya (redaq) lebih terhormat daripada mencuri gadis tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tetapi proses seperti ini sudah sangat jarang ditemukan karena kebiasaan orang sasak lebih dominan mencurinya supaya tidak terhambat oleh hal-hal yang tidak diinginkan seperti tidak disetujui orang tua gadis atau keterbatasan kemampuan dalam hal materi karena proses “redaq” biasanya menghabiskan biaya yang lebih besar daripada melarikan gadis (merarik) tanpa izin.Dalam proses pencurian gadis, setelah sehari menginap pihak kerabat laki- laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh diketahui keluarga perempuan. ‘Nyelabar’, istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orang tua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.